Muarasultra.com, Konawe – Gerakan Aktivis Mahasiswa Sulawesi Tenggara (GAM Sultra) mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada beberapa perusahaan subkontraktor di PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang diduga belum melaporkan penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa perusahaan yang disebutkan antara lain PT. Petronesia Benimel (PB), PT. Hayue Nickel Cobalt, PT. IMIP, dan lainnya.
Salah satu perusahaan yang menjadi perhatian khusus adalah PT. Petronesia Binimel, sebuah perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang penyediaan layanan industri migas, infrastruktur, dan pertambangan, serta bagian dari Hutama Karya Group.
Diketahui, PT. Petronesia Binimel telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) pada 19 Mei 2022 untuk aktivitas penambangan nikel. Namun, hingga kini perusahaan tersebut diduga belum melaporkan penyaluran dana CSR maupun kontribusi lainnya kepada pemerintah daerah, yang seharusnya dapat meningkatkan pendapatan daerah dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
Ketua Umum GAM Sultra, Muhammad Syahri Ramadhan, yang juga mantan Ketua PMII Kabupaten Konawe serta saat ini menjabat sebagai Bendahara PKC PMII Sultra, menyoroti khususnya PT. Petronesia Benimel, perusahaan berstatus BUMN yang merupakan bagian dari Hutama Karya Group. PT. Petronesia Binimel telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) sejak 19 Mei 2022 untuk penambangan nikel di wilayah Kab. Konawe tepatnya di Kec. Routa.
Muhammad Syahri Ramadhan menegaskan bahwa ketidaktransparanan beberapa perusahaan tambang, terutama yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam penyaluran dana CSR harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah maupun pusat.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi dan audit terhadap pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan tambang di Routa, Kabupaten Konawe. Jika ditemukan pelanggaran, maka pemerintah harus menindak tegas sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ujarnya.
Selain itu, GAM Sultra juga meminta agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam mengawasi pelaksanaan CSR dan memastikan bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat, baik dalam bentuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Dengan adanya dorongan dari masyarakat sipil dan mahasiswa, diharapkan perusahaan-perusahaan tambang di Konawe dapat lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban sosial mereka, serta mendukung pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, perusahaan yang tidak melaksanakan CSR atau tidak melaporkannya kepada pemerintah daerah dapat dikenakan berbagai sanksi, antara lain, sanksi Administratif Berdasarkan Pasal 34 PP Nomor 47 Tahun 2012, pemerintah daerah dapat memberikan teguran tertulis dan denda administratif kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban CSR, dan pencabutan Izin Usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban lingkungan dan sosialnya dapat dicabut izin usahanya.
Muhammad Syahri Ramadhan mengungkapkan telah mengkaji secara mendalam persoalan ini bersama para pengurus Gam Sultra, dan dalam waktu dekat pihaknya akan melaksanakan aksi unjuk rasa dan akan mempresure persoalan ini hingga ke pemerintah pusat.
“Gam sultra saat ini sedang melaksanakan konsolidasi serta pemantapan agenda aksi unjuk rasa di daerah, jika di daerah tidak ada titik temu, maka kami akan adukan persoalan ini hingga ke Jakarta dalam hal ini pemerintah pusat”. Imbuh Muhammad Syahri Ramadhan.
Laporan : Redaksi