Muarasultra.com, Kolaka – Lembaga Lingkar Tambang Kecamatan Wolo menyatakan kekecewaannya terhadap PT Ceria Nugraha Indotama (PT CNI) yang beroperasi di Kelurahan Wolo, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Diketahui, kekecewaan ini bermula dari laporan pihak perusahaan yang menuduh tiga warga setempat melakukan ancaman dengan senjata tajam (sajam), padahal warga-warga tersebut hanya berusaha melindungi kebunnya yang telah diserobot oleh pihak perusahaan.
Ketua Umum Lembaga Lingkar Tambang Kecamatan Wolo, Fasil, yang juga salah satu terlapor, menceritakan kejadian tersebut.
Dirinya menjelaskan bahwa pada tanggal 8 Februari 2025, seorang warga bernama Rustam, yang kebunnya terletak di area yang terpengaruh oleh perusahaan, menemukan bahwa sebagian besar tanamannya telah digusur dan dimanfaatkan oleh PT CNI. Rustam kemudian menghubungi Fasil untuk meminta pendampingan.
“Pada tanggal 8, Rustam menelepon saya, kebunnya, yang sudah dia kelola sejak 1999, tiba-tiba sebagian tanamannya digusur oleh pihak perusahaan. Dia meminta saya untuk mendampinginya ke lokasi karena khawatir ada tindakan yang melanggar hukum,” ungkapnya pada Senin (17/2/2025).
Ia menambahkan, meskipun sebelumnya ia telah memberi izin kepada pihak keamanan perusahaan untuk masuk ke lokasi kebun, dia dan Rustam tidak diperbolehkan masuk,
Sebagai alternatif, Fasil dan Rustam memilih jalur lain untuk menuju kebun.
“Sebelum sampai ke lokasi, saya izin kepada pihak keamanan perusahaan, tapi kami tidak diizinkan masuk. Jadi, kami memilih jalan pintas yang biasa dilalui Rustam untuk sampai ke kebunnya,” tambahnya.
Setibanya di lokasi, mereka langsung memasang batas lokasi perkebunan di kebun milik Rustam.
Saat itu, Rustam menceritakan bahwa kebunnya telah digunakan oleh perusahaan tanpa izin.
“Setelah kami pasang batas lokasi kebun, Rustam menceritakan kronologi kejadian. Saat Rustam ke kebunnya, tiba-tiba saja kebunnya sudah dimanfaatkan oleh perusahaan. Kami hanya ingin melindungi haknya atas hal tersebut,” ungkap Fasil.
Dirinya menjelaskan, setelah pemasangan batas, dia meminta Rustam untuk turun dari lokasi karena khawatir akan terjadi benturan dengan pihak keamanan perusahaan.
Saat itu, tidak ada perwakilan manajemen perusahaan yang hadir untuk menangani sengketa lahan tersebut, hanya pihak keamanan yang berjaga.
“Rustam menolak turun karena khawatir batas yang sudah kami pasang akan dirusak oleh perusahaan. Saya mencoba memastikan agar tidak ada gangguan terhadap hak lokasi perkebunan Rustam sebelum dia bisa pulang dengan aman,” katanya.
Saat ditanya mengenai senjata tajam yang dibawa, ia mengklarifikasi bahwa parang yang mereka bawa bukan untuk mengancam, melainkan untuk keperluan pemasangan palang batas perkebunan. Hanya Rustam yang membawa parang untuk keperluan tersebut.
“Memang ada parang, tapi itu hanya untuk keperluan pemasangan batas tanah, bukan untuk mengancam siapapun. Hanya pemilik lahan yang membawa parang itu untuk memasang palang,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa masalah utama adalah tuduhan ancaman dengan senjata tajam yang dilaporkan oleh pihak perusahaan, padahal mereka hanya berusaha melindungi hak atas lokasi perkebunan yang telah diserobot.
“Yang menjadi alasan kami dilaporkan adalah tuduhan pengancaman dan penggunaan sajam, padahal kami hanya berusaha melindungi lokasi perkebunan Rustam,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada konfirmasi dari pihak terkait. Tim media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak pihak terkait.
Laporan: Redaksi