Atsar Tabara SPd
Muarasultra.com, Unaaha – Pemilihan kepala desa (Pilkades) di 168 desa lingkup Kabupaten Konawe sebentar lagi bakal dilaksanakan. Pasalnya pada tanggal 31 oktober 2022 bakal dilakukan pemilihan kepala desa.
Pilkades merupakan central politik desa, yang mana kepala desa terpilih bakal mejabat selama enam tahun. Untuk itu, dibutuhkan kepala desa yang mementingkan kesehjateraan umum atau rakyat bukan kesejatraan pribadi atau keluarga.
Hal tersebut, sangat dibutuhkan guna membangun daerah melalui desa maupun membangun Indonesia melalui desa.
Pembangunan desa akan sangat ditentukan oleh kepala desa. Sedangkan arah pembangun kepala desa untuk desanya akan ditentukan dari perjuangan calon kepala desa untuk terpilih menjadi kepala desa.
Pada Proses pilkades istilah politik uang kerap menggema. Bahkan, saking populernya ada ungkapan “Ada uang, ada suara”. Ungkapan ini, seolah-olah mengatakan salah satu unsur untuk terpilih yakni adanya sogokan uang atau calon kepala desa harus memiliki uang yang banyak untuk terpilih.
Politik uang atau politik perut menurut definisi Wikipedia adalah suatu bentuk pemberian atau janji meyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.
Saat sekarang ini, banyak masyrakat yang menganggap politik uang merupakan hal biasa yang dilakukan oleh suatu calon. Padahal, sangat merugikan dan akan merusak pembangunan jika tidak diberantas.
Untuk itu, dibutuhkan masyarakat yang cerdas dalam menanggapi politik uang yang sering dimainkan oleh oknum calon tertentu. Meskipun politik uang sudah membudaya, namun dibutuhkan masyarakat yang cerdas dan mau menolak politik uang. Karena dapat merusak demokrasi dan pembangunan di pemerintahan.
Bayangkan saja jika calon Pilkades menghabiskan anggaran yang besar untuk terpilih menjadi kapala desa. Maka saat menjabat kepala desa ia akan memikirkan cara untuk mengembalikan ongkos anggaran yang telah ia habiskan.
Untuk itu masyarakat harus tegas menolak politik uang dan dimulai dari diri sendiri. Karena kebiasaan politik uang sudah membudaya, maka harus berani mengawali untuk mengakhiri kebiasaan buruk itu.